Kamis, 21 Maret 2013

Kisah Taubatnya Ahli Maksiyat

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabi’ah. Ia meminta nasihat kepada Ibrahim agar dia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya.


Ia berkata, ā€œYa Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya!ā€
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, ā€œJika kau mampu melaksanakan

lima syarat yang ku sarankan, aku tidak keberatan kalau kau nak berbuat dosa.ā€


Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar balik bertanya, ā€œApa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak?

ā€ā€œSyarat pertama, jika engkau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan rezeki Allah,ā€ ucap Ibrahim.

Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata, ā€œKemudian, aku hendak mencari makanan dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki Allah?ā€

ā€œBenar,ā€ jawab Ibrahim dengan tegas.

ā€œBila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah engkau memakan rezekiNya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat dan melanggar perintah-perintahNya?ā€

ā€œBaiklah,ā€ jawab Jahdar tampak menyerah.

ā€œKemudian apa syarat yang kedua?ā€

ā€œKalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumiNya,ā€ kata Ibrahim lebih tegas lagi.


Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi. ā€œApa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?ā€

ā€œBenar wahai, hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas memakan rezekiNya dan tinggal di bumiNya, sementara kau terus berbuat maksiat?ā€ tanya Ibrahim.

ā€œKau benar, Aba Ishak,ā€ ucap Jahdar kemudian.ā€œLalu apa syarat ketiga?ā€ tanya Jahdar dengan penasaran.

ā€œKalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rezekiNya dan tinggal di bumiNya, maka carilah tempat bersembunyi dariNya.ā€

Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. ā€œYa Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?ā€

ā€œBagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezekiNya, tinggal di bumiNya, dan terus melakukan maksiat kepadaNya, perlukah engkau melakukan semua itu?ā€ tanya Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan terkesima.

Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabi’ah tidak berkutik dan membenarkannya. ā€œBaiklah, ya Aba Ishak,

lalu katakan sekarang apa syarat keempat?ā€

ā€œJika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal shaleh.ā€

Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukannya selama ini. Ia kemudian berkata, ā€œTidak mungkin… Tidak mungkin semua itu aku lakukan.ā€

ā€œWahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka Allah?ā€

Tanpa banyak komen lagi,

Dia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu.

ā€œYang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!ā€

Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya. Ia menangis penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata,

ā€œCukup… Cukup, ya Aba Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah.ā€

Jahdar memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu’.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo