BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Alquran
adalah pedoman hidup, petunjuk, pembawa kabar gembira, ancaman, dan segala
aturan- aturan hidup manusia yang harus kita baca, pahami, dan kita amalkan.
Seiring
dengan perkembangan zaman dan banyaknya fenomena yang perlu kita ketahui
yang tersirat dalam Alquran dengan tujuan untuk kemaslahatan umat,
maka kami mengambil tema tentang Sejarah Penyempurnaan Alquran setelah masa
Nabi Muhammad SAW. Berangkat dari pemahaman bahwa ayat-ayat al-quran merupakan
petunjuk bagi manusia, maka kami membuat makalah ini sebagai salah satu
wasilah dalam upaya menjaga kemurnian alquran.
B.
Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah :
1 Untuk
mengetahui sejarah penyempurnaan dan pemeliharaan Alquran setelah Nabi Muhammad
SAW wafat.
2 Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan dasar Alquran.
C.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1 Sejarah
penyempuranaan pemeliharaan Alquran setelah Nabi Muhammad SAW.
2 Penulisan
Alquran pada masa Abu Bakar.
3 Penulisan
Alquran pada masa Ustman.
4 Penyempurnaan
penulisan Alquran setelah masa Khulafaur Rasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penulisan Alquran pada masa Abu Bakar
Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah maka
banyak terjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan perpecahan dan meresahkan umat
islam, seperti gerakan keluar dari agama Islam yang dipimpin Musailamah
Alkadzab, maka terjadilah peperangan, yang umat Islam sendiri dipimpin
oleh Khalid bin Walid. dalam perang itu menimbulkan banyak korban dari pihak
Islam yaitu 70 orang sahabat yang hafal Alquran terbunuh kemudian setelah
kejadian itu mendorong umat agar Abu Bakar membukukan alquran dan kemudian
diutuslah Zaid bin Tsabit sebagai penulis penghimpun Alquran.
Dalam
melaksanakan tugasnya Zaid bin Tsabit berpegang pada 2 hal yaitu:
1. Ayat ayat Alquran
yang ditulis pada masa Nabi Muhammad SAW disimpan di rumah beliau.
Zaid
tidak mau menerima tulisan ayat ayat Alquran, kecuali disaksikan oleh 2
orang saksi yang adil dan meyakini bahwa ayat itu benar benar ditulis
dihadapan Nabi Muhammad dan atas perintah dan petunjuknya.[2]
B.
Penulisan Alquran pada masa Utsman
Sahabat Hudzaifan pada masa pemerintahan Utsman menyarankan kepada beliau agar
segera mengusahakan penyeragaman bacaan Alquran dengan cara penyeragman
penulisannya. Hal itu disebabkan oleh perbedaan tentang bacaan Alquran.
Utsman dapat menerima pemahaman atas usul Hudzaifah, kemudian di bentuk panitia
yang terdiri dari 4 orang, yakni terdiri dari:
1.
Zaid bin Tsabit
2.
Sa’id bin Ash
3.
Abdullah bin Zubair
Perbedaan pengumpulan mushaf Alquran pada masa Abu
Bakar dan Ustman ada dalam hal motif dan caranya. Motif pengumpulan Alquran
pada masa Abu Bakar adalah kehawatiran akan hilangnya Alquran karena banyak nya
para huffadz yang gugur dalam peperangan, sedangkan motif pada masa Utsman
adalah karena banyaknya perbedaan cara membaca Alquran, sedangkan dalam
perbedaan dari segi cara, yaitu pada masa Abu Bakar ialah memindahkan tulisan
atau catatan Alquran yang semula bertebaran pada kulit binatang, tulang,
pelepah kurma dsb. kemudian dikumpulkan dalam mushaf dengan ayat dan surat yang
tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak dimansuhk dan mencakup ke tujuh
huruf (dialek) sebagai mana Alquran diturunkan. sedang cara pengumpulan
yang dilalukan pada masa Utsman adalah menyalinnya dalam satu dialek
dengan tujuan untuk mempersatukan kaum muslimin.
C.
Penyempurnaan Penulisan Al-quran Setelah Masa Khulafa Al-Rasyidin
1. Mushaf Utsmani itu tidak memakai tanda baca,
baik titik maupun syakal, karena semata mata di dasarkan pada
watak pembawaan orang orang Arab yang masih murni.
2.
Tetapi ketika Islam telah tersebar luas dan Alquran dibaca dan
dipelajari umat Islam di luar orang Arab, maka para penguasa pada saat itu
merasa perlu untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan penulisan mushaf
dengan menggunakan syakal, titik dll. orang yang pertama melakukan perbaikan
terhadap penulisan Alquran, menurut pendapat sebagian ulama adalah Abdul Aswad
Ad Duali (ulama ahli bahasa) atas perintah Ziad (Gubernur Basroh), masa
pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
3.
Sebab sebab pembuatan tanda baca Alquran adalah ketika Mu’awiyah
bin Abi Sufyan mengajak bicara Abdullah bin Ziad (putra Ziad). namun
pembicaraan Abdullah bin Ziad banyak yang salah dan kemudian mendapat teguran
dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan. dari teguran itu lah Ziad menyuruh kepada
Abdul Aswad Ad Duali untuk memberi tanda baca.
4.
Kemudian Abdul Aswad Ad Duali memerintahkan kepada laki-laki dari
Qabilah Quraisy, dia menyuruh untuk memberi tanda baca dengan warna yang
berbeda dengan tulisan mushaf, yaitu jika membuka bibir maka berilah tanda
titik di atas huruf nya dengan sebuah titik, bila mendomahkannya dalam (monyong)
maka berilah tanda titik di depan huruf nya, bila mengkasrahkan (pecah)
maka berilah tanda titik di bawahnya, bila membacakan suara tanwin maka berilah
dua titik.
5.
Akan tetapi tanda tanda baca yang di buat Abdul Aswad Ad Duali
belum dapat menghindari kecederaan dalam membaca Alquran, oleh sebab itu
disempurnakanlah oleh Nashr bin Ashim yang kemudian di sempurnakan lagi
oleh Khalil bin Ahmad (Ulama Abasiyah) dengan cara memberi tanda fatah
dengan “ ا ”
kecil, domah dengan “ و” kecil,
kasrah dengan “ ى” kecil ( yang dikenal dengan syakal),
kemudian tasdyid dengan kepala “ س” dan tanda
sukun dengan kepala" ه " dsb.
6.
Kemudian secara bertahap orang-orang mulai meletakan nama-nama surat dan
bilangan ayat dan rumus-rumus yang menunjukan kepala ayat dan tanda-tanda
wakof. tanda wakof ladzim dengan ( م ), wakof mam’nu ( لا ), wakof
jaiz ( ج ), lalu pembuatan tanda juz, tanda hizb
dan penyempurnaan lainnya.[4]
D.
Sekitar Tulisan Al-quran
1. Bentuk
tulisan yang dipergunakan untuk menulis Alquran dan para ahli di masa lalu
Awal mula belajar menulis diantara orang Arab ialah Basyir bin Abdul
Malik saudara Ukaidar daumah, ia belajar pada orang Al-Anbar, Harb dan anaknya Sufyan
belajar menulis padanya, kemudian Harb mengajar Umar bin Khattab.
Mu’awiyyah belajar pada Sufyan Bapak kecilnya tulisan orang Al-Anbar, kemudian
diperbaiki (disempurnakan)oleh Ulama Kufah.
Tulisan itu tiada berbaris dan tiada bertitik. kemudian bentuk tulisan itu
diperbaiki oleh Abu Ali Muhamad bin Ali bin Muqlah dan kemudian
diperbaiki lagi oleh Ali bin Hilal Al Bagdady yang terkenal dengan nama Ibnu
Bawab.
Setelah banyak yang bukan orang arab masuk islam, mulailah ada kecederaan dalam
pembacaan Alquran, Maka timbullah kakhawatiran para ulama bahwa Alquran akan
mengalami kecederaan-kecederaan. Ketika itu Ziyad bin Abihi meminta
kepada Abul Aswad Ad-Duali salah seorang ketua tabi’in untuk membuat
tanda-tanda bacaan. Lalu Abul aswad Ad-Duali memberi baris huruf dan
penghabisan dari kalimah saja dengan memakai titik di atas sebagai baris di
atas, titik di bawah sebagai tanda baris di bawah dan titik di samping sebagai
tanda di depan dan dua titik sebagai tanda baris dua.
Usaha menberi titik huruf Alquran itu dikerjakan oleh Nashar bin Ashim
atas perintah Al-Hajjaj. Urusan memberi baris dikerjakan oleh Khalil
bin Ahmad. Khalil Bin ahmad memberi sistem baris Abul Aswad Ad-Duali dengan
menjadikan alif yang dibaringkan di atas huruf, tanda baris di atas dan yang
dibawah huruf tanda baris di bawah, dan wau tanda baris di depan dan membuat
tanda mad (panjang bacaan) dan tsdyd (tanda huruf ganda).
Setelah itu barulah penghafal-penghafal Alquran membuat tanda-tanda ayat, tanda
tanda wakaf (berhenti) dan ibtida (mulai) serta menerangkan di pangkal-pangkal
surat, nama surat dan tempat tempat turunnya di Mekah atau Madinah dan
menyebutkan bilangan ayat nya.
Selain itu ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa yang mula mula memberi titik
dan baris ialah Al-Hasan Al-Bishry dengan suruhan Abdul Malik bin
Marwan. Abdil Malik bin Warwan memerintahkan kepada Al-hajjaj dan
Al-hajjaj menyuruh Al-Hasan Al-Bishry dan Yahya bin Ya’mura,murid Abul
Aswad Ad- Duali[5].
2. Mushaf
sesudah Utsman
Dari naskah-naskah yang dikirim Ustman itu, umat Islam menyalin
Alquran untuk mereka masing masing dengan sangat hati hati dan cermat. Abdul
Aziz bin warwan Gubernur Mesir, setelah menulis mushafnya beliau menyuruh
orang memeriksanya seraya berkata: ”barang siapa dapat menunjukan barang
suatu kesalahan dalam salinan ini, diberikan kepadanya seekor unta dan 30 dinar”.
diantaranya yang memeriksa itu ada seorang Qari yang dapat menunjukan suatu
kesalahan,yaitu perkataan Naj’ah harusnya na’jah[6]
Maka dengan tersebarnya mushaf-mushaf tersebut, umat Islam bersungguh-sungguh
dalam menghafal Alquran, mentadwinkan hafalannya dan menyalin mushaf-mushaf
nya.
3. Permulaan
Alquran dicetak
Alquran pertama kali dicetak di Hamburg (Jerman) pada tahun 1694 M.
diawal abad ke-12 Hijriyah[7].
4. Cara menulis
Alquran yang dipakai untuk menulisnya di luar mushaf.
Menulis mushaf mengikuti cara yang dipakai dalam penulisan mushaf
Khalifah ke-3 yaitu pada masa khalifah Ustman, yang dilaksanakan oleh komisi
yang terdiri dari sahabat-sahabat besar, dan tulisan-tulisan itu dinamai Resam
utsmani.
Dalam menulis Alquran mempunyai 3 pendapat :
a. Tidak di
bolehkan sekali-sekali kita menyalahi khat ustmani, baik dalam menulis و maupun dalam menulis ا, dan dalam menulis yang lain-lainnya. Pendapat ini dipegang erat
oleh imam Ahmad. Abu ‘Amer Ad Dany berkata: ”tidak ada yang menyalahi apa
yang dinukilkan imam malik, yaitu tidak boleh kita menulis Alquran selain
dengan yang ditetapkan oleh para sahabat itu[8].”
b. Tulisan
Alquran itu bukan tauqifi : bukan demikian diterima dari syafa’ tulisan yang
sudah ditetapkan itu, tulisan yang dimupakatkan menulisnya dimasa itu. Ibnu
khaldun dalam muqaddimahnya, dan Alqadli Abu bakar dalam kitab Al intishar,
Beliau berkata: “Tuhan tidak mewajibkan kita menulis Alquran dengan
cara yang tertentu”.[9] Rasulullah
SAW, hanya memerintahkan menulis Alquran dan tidak menerangkan cara menulisnya.
c. Pengarang
Attibyan dan Al-burhan memilih pendapat yang dipahamkan dari perkataan Ibnu
‘Abdis salam, yaitu kebolehan kita menulis Alquran untuk manusia umum
menurut istilah-istilah yang dikenal oleh mereka dan tidak diharuskan kita
menulis menurut tulisan lama. Karena dikhawatirkan akan meragukan mereka.
Dan harus ada orang yang memelihara tulisan lama sebagai barang pustaka yakni
orang ‘Arifin. Maka kami menulis ayat-ayat menurut istilah baru (istilah
para ulama) sesuai dengan undang-undang Imla’ yang mudah dibaca orang. Dan
tidak ada salahnya pula orang menulis ayat-ayat dengan tulisan latin, asal
qiraatnya benar.
1 komentar:
terimakasih gan info nya sangat bermanfaat :)
Posting Komentar