Rabu, 20 Maret 2013

Mengapa Tidak Sekaligus? Untuk Memperkuat Hatimu

Bismillah..

Kitab-kitab samawi seperti Zabur, Taurat, dan Injil diturunkan secara sekaligus pada para nabi yang dipilih-Nya. Bagaimana dengan kitab suci Al-Qur’an? Al-Qur’an berbeda karena diturunkan tidak sekaligus, tapi berangsur-angsur. Justru inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an.
Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus?
Ada hikmah besar di baliknya. Sebenarnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun mampu menurunkannya sekaligus, namun dengan kesempurnaan hikmah dan ilmu-Nya, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dalam beberapa waktu, seperti kalam Allah:
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Qs. Al-Isra’: 106)
Dengan diturunkan secara berangsur-angsur, maka akan memudahkan Al-Qur’an untuk dihafal, difahami, dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat2nya. Orang2 Arab zaman dulu umumnya tidak bisa membaca dan menulis, sehingga mereka menyimpan ilmu mereka dengan hafalan.
Ayat lain yang menjelaskan hal ini adalah di Surat Al-Furqon berikut ini:
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS. Al-Furqon: 32)
Dengan turun secara berangsur-angsur, maka dapat memperkuat/memperteguh hati Rasulullah karena dakwah itu berat dan penuh rintangan. Ada ayat yang isinya berisi hiburan untuk beliau sehingga menjadi lebih sabar dan teguh dalam berdakwah.. ada yang berisi berita gembira akan kemenangan yang akan peroleh meski keadaan saat itu sangat sulit.. ada yang berupa kisah2 para Nabi yang ternyata mendapatkan berbagai cobaan2 yang berat juga, sehingga beliau bisa mengambil ibrah dari kisah tersebut.. ada juga yang menjawab pertanyaan2 kaum musyikin Mekkah, kaum Yahudi maupun menjawab pertanyaan para muslimin tentang beberapa hukum saat di Madinah..
Jadi, betapa indahnya dan betapa besarnya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Intinya, dalam Surat Al-Furqon di atas, tujuan diturunkan Al-Qur’an tidak sekaligus seperti kitab sebelumnya, tapi berangsur2 adalah untuk MEMPERKUAT/MEMPERTEGUH/ MEMPERKOKOH HATIMU..
Barangkali ini juga bisa menjawab pertanyaan salah satu saudari saya di Kalimantan,
Mengapa kita tidak bisa menguasai seluruh bidang yang kita inginkan sekaligus dalam satu waktu? Agar kita bisa menghafal ilmu itu, memahaminya, mempraktekannya.. dan agar ilmu itu benar2 kokoh dalam hati kita lebih dulu. Seperti ulama zaman dulu, tidak diperkenankan belajar hadits sebelum hafal/menguasai Al-Qur’an lebih dahulu. Jadi, kuasai dan tekuni dulu satu-satu..
= = = =
Alhamdulillah, dalam perjalanan saya menghafal Al-Qur’an, banyak ayat Al-Qur’an yang saat saya hafal, saat itu pula saya mendapatkan kesan/hikmah/penjelasannya/mengingat masa lalu saya yang indah.. atau bahkan ujian bagi kehidupan saya. Misalnya,
-saat saya menghafal QS. Thaha, saat itu saya mendapat jatah dari ustadzah untuk mempresentasikan/menjelaskan pada teman2 di mahad tentang bagaimana proses Umar bin Khoththob masuk Islam. Padahal, Umar bin Khoththob masuk Islam setelah mendengar dan membaca QS. Thaha. Beliau kagum dan menangis karena merasakan keindahan Al-Qur’an. Hatinya luluh dan mengakui kebenaran karena tidak mungkin kata2 yang memiliki ketinggian satra itu itu adalah kata2 manusia lalu beliau masuk Islam.
-saat menghafal QS. Al-Ahqof, saya diuji untuk menuruti orang tua untuk bekerja dan tidak bisa masuk mahad lagi. Saat itu saya bertanya dalam hati, “Masya Allah, saya diuji dengan apa yang saya hafal.” Akhirnya saya mengambil cuti beberapa waktu dan terus memohon pada Allah agar bisa kembali lagi ke mahad untuk meneruskan hafalan.
-saat saya menghafal QS. Al-Hajj, saat itu adalah bulan Dzulhijah, di mana sebagian muslimin melaksanakan ibadah haji dan penyembelihan hewan qurban. Saya mendengar para penceramah di kajian membaca QS. Al-Hajj saat berkhutbah menjelang hari Idul Adha.
-suatu saat saya bertanya pada Allah, “Ya Allah, apakah yang paling berharga di dunia ini?” Setelah beberapa lama, hati saya menjawab : iman dan Islam. Lalu saya pun bertanya lagi, “Banyak orang yang mengaku orang Islam dan orang beriman, tapi ternyata mereka berbeda2. Ya Allah, bagaimanakah iman yang sesungguhnya itu?”.. Alhamdulillah, pagi harinya saya menghafal awal Qs. Al-Anfal yang menjawab pertanyaan saya. Alhamdulillah, saya sangat senang dan bersyukur sekali karena pertanyaan saya terjawab. Lalu saya menceritakan pada ayah, ayah menambahkan bahwa ciri iman yang sebebarnya itu diterangkan dalam Qs. Al-Hujurat.
-Suatu saya menghadiri majelis pengkhataman al-Qur’anyang diadakan besar2an di kota Solo, penceramah menjelaskan tentang kematian dan menyebutkan salah satu ayat di Surat Al-A’raf. “Masya Allah, ini adalah jatah hafalanku hari ini.”
-Saat saya menghafal salah satu ayat di Qs. Al-Qashash, saya teringat dulu pernah memohon pada Allah dengan doa yang mirip seperti yang diucapkan Nabi Musa ‘alaihissalam. Dan alhamdulillah, Allah mengabulkan doa itu dan memberikan kebaikan yang banyak.
-saat saya menghafal Qs. Maryam, saat itu saya sedang bersedih, lalu ada sebuah ayat yang benar2 menghibur dengan khitab yang tepat, “Alaa tahzanii..” Janganlah kamu besedih.. “. Kata kerja yang digunakan adalah kata kerja untuk perempuan tunggal, yaitu Maryam. Seolah-olah Al-Qur’an berkata padaku, “Janganlah engkau bersedih..” kemudian menceritakan bagaimana Allah memberi pertolongan dan kebar gembira pada Maryam. Setelah itu, saya tersenyum..
Masih ada lagi yang belum bisa saya ceritakan, seperti kesan ketika menghafal QS. Az-Zukhruf, Al-Mukminun, Al’Ankabut, Al-Hijr, Al-Baqarah, Ali-Imran, Az-Zumar, Al-Isra’, Yunus, Yusuf, Muhammad, dst. Barangkali ini salah satu nikmatnya menghafal qur’an, untuk memperkuat hatimu.. karena memang menghafal qur’an itu banyak rintangan dan ujiannya.. saya akui.. berat.. Alhamdulillah, Allah memberi kabar gembira, menghibur kesedihan, dan menggantinya dengan kegembiraan.

Pada masa ini, setiap wahyu yang turun, satu ayat atau lebih , terlebih dulu Nabi Muhammad SAW memahami dan menghafalkannya, kemudian disampaikan dan diajarkan kepada sahabatnya persis seperti apa yang diterimanya tanpa ada perubahan dan penggantian sedikitpun. Selanjutnya Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat yang telah menerima ayat-ayat itu untuk menghafalkannya dan meneruskannya pula kepada para pengikutnya.

Para penulis tersebut menuliskan wahyu yang diterima dari Rasulullah pada benda-benda yang lazim dipakai pada masa itu sebagai alat tulis, seperti pelepah korma, batu, tulang-tulang hewan atau kulit-kulit hewan yang telah disamak. Ayat-ayat yang telah ditulis ini kemdian disimpan di rumah Rasul sendiri. Disamping itu, para penulis wahyu ini, dan setiap orang Islam yang pandai tulis baca pada masa itu menuliskan pula ayat-ayat al-qur’an tersebut untuk diri dan keluarga mereka yang dipakai dan disimpan di rumah mereka masing-masing. Kepada para penulis wahyu ini Rasul menunjukkan letak masing-masing ayat yang akan mereka tuliskan, yaitu didalam surat mana, sebelum atau sesudah ayat mana. Hal ini disebabkan susunan ayat itu tidak kronologis, sebab kebanyakan surat tidaklah diturunkan sekaligus komplit. Sering kali suatu surat belum selesai diturunkan semua ayat-ayatnya telah disusuli pul aoleh surat-surat lainnya sehingga apabila turun suatu ayat, Rasulullah lalu menunjukkan letak ayat itu. Apabila suatu surat telah lengkap diturunkan semua ayat-ayatnya Rasulullah lalu memberikan nama untuk surat itu, dan untuk memisahkan antara suatu surat dengan surat yang sebelum atau sesudahnya, Rasulullah menyuruh letakkan lafazh basmalah pada awal masing-masing surat itu. Tertib urut masing-masing ayat pada surat itu dikokohkan pula oleh Nabi sendiri dengan bacaan-bac aannya dalam waktu shalat ataupun diluar shalat.

Dalam rangka penulisan dan pemeliharaa al-qur’an ini Raslullah mengeluarkan aturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat al-qur’an sajalah yang boleh mereka tuliskan. Adapun hadis-hadis atau pelajaran yang lainnya yang juga mereka terima dari Rasulullah tidak boleh menuliskannya dimasa itu.

Larangan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kesucian dan kemurnian al-qur’an, yakni supaya al-qur’an ini tetap terpelihara keasliannya, tidak tercampur aduk dengan kata-kata atau pelajaran-pelajaran lain yang juga mereka terima dari Rasulullah, tapi bukan ayat-ayat al-qur’an.

Cara yang telah dilakukan Rasulullah dalam rangka memperhebat dan memperlancar penulisan al-qur’an kepada kaum muslimin untuk memberantas buta huruf antara lain sebagai berikut :
  1. Memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang-orang yang telah pandai menulsi dan membaca.
Rasulullah SAW bersabda :

pada hari kiamat tinta para ulama ditimbang dengan darah pada syuhada”.

Berdasarkan hadis ini berarti orang-orang yang pandai tulis baca ditempatkan sederajat dengan para pahlawan yang mati syahid di medan pertempuran.
  1. Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha pemberantasan buta huruf. Pada perang Badr al-Kubra, kaum muslimin memperoleh kemenangan. Orang-orang musyrik banyak ditawan, dan diantara para tawanan ini banyak pula yang tidak dapat menebus dirinya sendiri itu, tetapi pandai tulis baca, maka Rasulullah memberikan suatu ketentuan, bahwa tawanan-tawanan tersebut dapat dibebaskan kembali dengan syarat masing-masing telah berhasil mengajar sampai pandai tulis baca 10 orang muslim.
Dengan adanya berbagai macam usaha tersebut, bertambah besarlah keinginan masyarakat muslimin untuk meperlajari tulis baca, dan semakin banyak orang yang bebas dari buta huruf. Hal ini menyebabkan bertambah banyak pula jumlah kaum muslimin yang dapat ikut serta memelihara al-qur’an dengan tulisan-tulisan disamping hafalan-hafalan mereka.

Adapun bahan-bahan yang dipakai kaum muslimin dimasa Rasulullah ketika menulis ayat-ayat al-qur’an dapat diketahui dari riwayat-riwayat berikut :

Al-bukhari meriwayatkan dari Zaid ibn Tsabit bahwa ketika ia berkata : Aku mencari ayat-ayat al-qur’an yang aku kumpulkan/tulis pada batu dan pelepah kurma dan pada hafalan-hafalan para sahabat”.

Syeikh al-Zanjani berkata dalam kitabnya Tarikh Al-qur’an : Tulisan ayat-ayat al-qur’an itu mereka tulis pada pelepah korma, batu, kulit dan kadang-kadang pada kain sutra, kulit yang telah dimasak dan tulang-tulang onta menurut kebiasaan bangsa Arab menulis pada benda-benda tersebut, dan benda-benda yang telah ditulis itu dinamainya dengan Shuhuf”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Tadwin Al-qur’an telah terjadi pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua al-qur’an itu telah dituliskan dan telah tersusun menurut petunjuk Rasul, walaupun surat-suratnya belum tersusun seperti apa yang dapat dilihat sekarang ini, dan tulisan-tulisannya belum terhimpun dalam satu kesatuan yang terdiri dari benda-benda yang seragam, baik bahannya maupun ukurannya.
  2. Kegiatan-kegiatan dalam mentadwinkan al-qur’an di masa Rasulullah itu terjadi dalam periode yang kedua, yaitu periode Madaniy, sedangkan dalam periode pertama belumlah begitu tampak, walaupun telah ada juga lembaran-lembaran yang bertuliskan ayat-ayat al-qur’an itu. Hal ini disebabkan suasana yang dihadapi kum muslimin dalam periode pertama tidaklah banyak memberikan kesempatan pada mereka untuk menuliskan ayat-ayat al-qur’an itu secara teratur.

Sumber : Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji, “Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media. Jakarta Pusat. 2007.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo